Mengenai Saya

Foto saya
Sebuah UKM yang bergerak di bidang kepencintaalaman. Di bawah naungan Institut Pertanian Malang.

Senin, 23 Desember 2019

Sebarkan Kukang Jawa (Nycticebus javanicus) Di Hutan Lindung Malang Selatan

SEBARAN KUKANG JAWA (Nycticebus javanicus) DI HUTAN LINDUNG MALANG SELATAN

Oleh:
Nur Rahman Galih Abidin



 





MAHASISWA PENCINTA ALAM INSTITUT PERTANIAN MALANG
MAPALIPMA
TRACKING, OBSERVATION, KONSERVATIAON
2019


-------------------------------------------------------------------------------------------------------------


       



       PENDAHULUAN
             1.      Latar Belakang
Indonesia dianugrahi kekayaan alam yang berlimpah. Potensi keanekaragaman hayati dan keindahan alamnya sangat banyak yang terbentang di alam dari Sabang sampai Merauke dari darat sampai laut dan dari ketinggian       0-5000 mdpl. Dokumen Biodiversity Action Plan for Indonesia Bappenas (1991) dalam Winarti (2011) menuliskan bahwa Indonesia menjadi  salah satu Negara  dengan keanekaragaman hayati melimpah salah satunya keragaman jenis mamalia tertinggi di dunia ( 515 species, di antaranya 36 species endemis ) menjadi salah satu yang paling beragam dengan presentase 12 % dari total mamalia di dunia.
Hutan lindung merupakan penyangga sistem kehidupan baik kehidupan manusia maupun flora dan faunanya. Hutan lindung berfungsi sebagai penyangga terjadinya longsor, banjir dan bencana alam lainnya. Di propinsi Jawa Timur berdasarkan data dari Perhutani Divisi Regional II Jawa Timur terdapat hutan lindung dengan luas total 1.132.260,37 ha Dari luasan tersebut 41.127.70 ha ada di wilayah kerja KPH Malang. Hutan lindung di wilayah KPH Malang tersebar mulai dari daerah pegunungan hingga pesisir pantai. Di bagian Malang selatan hutan lindung yang hingga saat ini masih dalam kondisi yang relatif utuh adalah di wilayah Kecamatan Bantur. Kawasan hutan tersebut merupakan kantung hutan alam tersisa di wilayah Malang selatan.
 Hutan alam yang tersisa di Malang Selatan terutama di daerah Kecamatan Bantur, menyimpan kekayaan keanekaragaman Hayati yang tinggi, baik flora maupun faunanya. Beberapa jenis fauna yang sering dijumpai di kawasan hutan ini antara lain kijang, kukang jawa, lutung jawa, babi hutan, kancil, kucing hutan, ular piton, landak jawa dan lain-lain. Kawasan hutan tersebut di atas juga merupakan bentuk dari ekosistem hutan hujan tropis dataran rendah dengan kombinasi lapisan karst di bagian bawahnya.
Dalam perkembangan terakhir saat ini, kawasan hutan Malang selatan terancam oleh berbagai kegiatan manusia. Ancaman yang dimaksud antara lain terbukanya akses jalan lintas selatan yang membelah bagain tengah hutan alam mulai dari Sumbermanjing wetan hingga ke Donomulyo, kegiatan wisata masal di sepanjang pesisir hutan, pencurian kayu hingga perburuan satwa liar secara ilegal.
Upaya mengantisipasi ancaman kerusakan habitat di kawasan hutan lindung Malang selatan mutlak dilakukan oleh pengelola dengan melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan dan masyarakat sekitar. Namun upaya tersebut tidak akan dapat dilakukan tanpa adanya data dan informasi terkait potensi dasar kawasan. Potensi dasar kawasan yang dimaksud salah satunya adalah tentang satwa liar.
Kukang Jawa merupakan satwa endemik Jawa yang saat ini sudah sangat sulit ditemukan di alam. Berdasarkan informasi dari masyarakat, di hutan lindung Malang selatan terdapat populasi jenis primata nokturnal tersebut. Namun data tentang Kukang Jawa sangat terbatas. Berdasarkan hal tersebut, penelitian dan pendataan tentang keberadaan kukang jawa di wilayah hutan lindung Malang selatan sangat diperlukan guna memberikan informasi dasar yang menjadi pondasi dalam penglolaan potensi kawasa hutan, terutama terkait keanekaragaman hayati.

             2.      Tujuan
Prakterk Kerja Lapang ini bertujuan untuk mengetahui sebaran Kukang Jawa (Nycticebus javanicus) di Hutan Lindung Malang Selatan.


   Kukang Jawa
a.        Taksonomi
Menurut ITIS atau Integrated Taxonomy Information System (2019) dengan nomor serial 944108  adalah sebagai berikut :
Kingdom         : Animalia-Animal, animaux, animals
Subkingdom    : bilateria
Infrakingdom  : deuterostomia
 Phylum           : Chordata  – cordés, cordado, chordates
Subphylum      : Vertebrata  – vertebrado, vertébrés, vertebrates
Infraphylum    : Gnathostomata 
Superclass       : Tetrapoda 
Class                : Mammalia Linnaeus, 1758 – mammifères, mamífero, mammals
Subclass          : Theria Parker and Haswell, 1897
 Infraclass        : Eutheria Gill, 1872
Order               Primates Linnaeus, 1758 – homem, macaco, primata, sagui,   primates,  primates
Suborder         : Strepsirrhini É. Geoffroy Saint-Hilaire, 1812
 Infraorder       : Lorisiformes Gregory, 1915
Family             : Lorisidae Gray, 1821
Subfamily        : Lorisinae Gray, 1821
Genus              : Nycticebus É. Geoffroy Saint-Hilaire, 1812 – slow lorises
Species  : Nycticebus javanicus É. Geoffroy Saint-Hilaire, 1812 – Javan                                           Slow Loris
b.        Morfologi
Kukang jawa merupakan satwa primata primitif yang tidak berekor, bersifat nokturnal (aktif di malam hari), dan arboreal (tinggal di atas pohon). Spesies ini merupakan anggota ordo primata dari sub ordo Strepsirhine atau Prosimian, yang artinya pra atau sebelum simian atau primata primitif ( Winarti, 2011).
Ciri utama dari sub ordo ini adalah nokturnal dan soliter, hewan bertulang belakang menyusui, memiliki rambut hamper di seluruh tubuh, mata binokuler dan streoskopis kapasitas otak yang relatif besar berkuku dan mampu menggenggam Nokturnal dan memiliki tapetum lucidum, tooth coomb, toilet claw, dan rhinarium Arboreal,  memiliki  ibu  jari  opposite  atau  berseberangan dengan   keempat   jari   lainnya,   bergerak   lamban   dengan lokomosi  quadrupedal  (bergerak  berpindah  dengan  empat anggota   gerak)   tanpa   leaping   (meloncat),   cantilevering metabolisme basal yang rendah, masa bunting yang lama, infan lahir dengan berat yang ringan, masa menyusui yang lama, dan adanya perilaku infant parking Memiliki ukuran tubuh yang lebih besar daripada Loris sp. Memiliki pola garpu di wajah yang paling jelas dibandingkan dengan  genus  Nycticebus  lainnya,  dan  memiliki  frosting rambut warna putih pada bagian leher (Napier & Napier 1967 & 1985; Rowe 1996; Wiens & Zitzmann (2003) dalam Winarti (2011).
Kukang berjalan dengan keempat anggota geraknya dengan perlahan kecuali pada saat merasa terancam. Kukang memiliki kemampuan cantilevering yakni berpindah tempat dengan cara bertumpu pada anggota gerak bagian belakang untuk menjangkau dahan atau substrat dengan anggota gerak bagian depan. Kukang juga memiliki pegangan yang kuat karena ibu jarinya terletak oposit atau berseberangan dengan keempat jari lainnya Napier & Napier (1985; Rowe 1996) dalam Winarti (2011).
Kukang memiliki tapetum lucidum, yaitu lapisan di bagian belakang retina yang sensitif terhadap cahaya. Lapisan ini membantu penglihatan mereka saat aktif di malam hari. Dalam kondisi gelap, mata kukang akan nampak bersinar oranye Schulze 92003a) dalam Winarti (2011).
Kukang  memiliki  moncong  atau  ujung  hidung  yang  selalu  lembab  dan basah. Bagian ini disebut rhinarium yang berfungsi untuk membantu daya penciumannya dalam mengenali jejak bau yang ditinggalkan kukang lainnya Napier & Napier (1985; Rowe 1996) dalam Winarti (2011).
Tooth comb atau gigi sisir adalah empat gigi seri pada rahang bawah yang arah  tumbuhnya  lebih  horizontal.  Fungsi  gigi  ini  adalah  sebagai  alat  untuk menyisir rambutnya saat  meyelisik  atau membersihkan diri. Sedangkan  Toilet claw adalah cakar atau kuku yang panjang dan tajam pada telunjuk atau jari ke dua pada alat gerak bagian belakang Tooth comb dan toilet claw digunakan untuk menyelisik Napier & Napier (1985; Rowe 1996) dalam Winarti (2011).
Kukang memiliki berat tubuh bervariasi dari yang terkecil hingga terbesar, yaitu  565-798 g Kukang  jawa  merupakan  spesies  yang  memiliki ukuran tubuh ke tiga terbesar di antara semua  spesies kukang.  Dibandingkan dengan dua kukang Indonesia lainnya, kukang jawa memiliki ukuran tubuh yang paling  besar dengan panjang  tubuh  dewasa  berkisar  antara  220-320  mm. Kukang jawa memiliki warna rambut kuning keabuan dan coklat krem pada bagian leher, serta strip punggung dan pola garpu pada mukanya yang sangat jelas Groves (2001) dalam Risma (2014).
c.       Sebaran Gografis
Penutupan daratan oleh hutan memungkinkanadanya suatu migrasi fauna antara India dan Srilanka. Kukang hidup menyebar luas  di  dataran  besar Asia.  Hingga saat  daratan  besar tersebut  terpisah-pisah, kukang dapat ditemui hidup di Asia bagian timur hingga Asia Tenggara Schulze (2003) dalam Ardian, Eko.  (2018).
d.      Habitat
Habitat merupakan tempat bagi organisme itu tinggal dan hidup, atau tempat dimana seseorang harus pergi untuk menemukannya (Odum 1998) dalam Di habitat hutan, Famili Lorisidae memiliki kecenderungan mendiami berbagai tipe strata dan substrata (Nekaris & Bearder 2007) dalam Winarti (2011). Kukang menyukai habitat hutan hujan tropis dan subtropis di dataran rendah dan dataran tinggi, hutan primer, hutan sekunder, serta hutan bambu (Rowe 1996; Nekaris & Shekelle 2007) dalam Winarti (2011). Kukang menyukai habitat perifer (tepi) karena di bagian inilah terdapat kelimpahan serangga dan faktor pendukung lainnya. Menurut MacKinnon dan MacKinnon (1987) dalm pada tahun 1986 dari seluruh area yang mungkin menjadi habitat kukang, hanya 14% saja yang berada di dalam kawasan dilindungi.
Berdasarkan analisis sistem informasi geografi, luasan habitat kukang jawa mengalami penurunan luas dan degradasi hingga 20%, dimana habitat kukang jawa yang masih ada hanya 17% saja yang berada di dalam daerah lindung (Nekaris et al. 2008b) dalam Winarti (2011). Kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi penyebaran dan produktivitas suatu satwa. Habitat yang mempunyai kualitas yang tinggi nilainya, diharapkan akan menghasilkan kehidupan satwa yang lebih baik. Habitat yang rendah kualitasnya akan menghasilkan kondisi populasi satwa yang daya reproduksinya rendah (Alikodra, 2002).
e.       Jenis  pakan
Secara   umum   genus   Nycticebus   sering   disebutkan   sebagai   omnivor (pemakan segala) dengan palatabilitas atau tingkat kesukaan tertentu terhadap salah satu atau beberapa jenis pakan. Jenis pakan kukang antara lain buah-buah bunga, nektar, getah, dan cairan bunga atau cairan tumbuhan, serangga, dan telur burung serta burung kecil (Rowe 1996; Nekaris & Bearder 2007) dalam Winarti (2011). Kukang mendapatkan getah dengan cara mengguratkan gigi ke batang pohon hingga kulit pohon  terkelupas  atau  hanya  tergores  dan  mengeluarkan  getah, selanjutnya kukang menjilatinya. Kukang jawa juga dilaporkan menghisap sadapan nira pohon aren yang menetes secara alami maupun yang sedang disadap penduduk. Uji palatabilitas pakan terhadap kukang sumatera dan kukang jawa di kandang menunjukkan bahwa pakan yang disukai adalah buah- buahan yang lunak, manis, dan mengandung karbohidrat (Napier & Napier 1985; Wirdateti et al. 2001) dalam Winarti (2011).
Kukang juga memakan sumber pakan asal hewan, terutama serangga. Identifikasi jenis pakan asal hewan terutama serangga biasanya diperoleh berdasarkan   pengamatan   singkat,   identifikasi   contoh   feses,   atau   hanya berdasarkan informasi penduduk. Berdasarkan identifikasi feses N. coucang dewasa dan pradewasa, kukang makan enam jenis serangga pakan yaitu kumbang (Coleopthera), semut (Hymenoptera), kupu-kupu dan ngengat (Lepidoptera), jangkrik  (Formicidae),  belalang  (Orthoptera),  dan  kepik  (Hemiptera)  (Wiens2002) dalam Ardian, Eko.  (2018). Identifikasi feses pada infan umur 13 minggu memperlihatkan sisa kitin dari semut (Formicidae), kumbang (Coleoptera), dan jangkrik atau belalang (Orthoptera). Infan pertama kali dijumpai memakan ngengat (Lepidoptera) pada umur 4 minggu (Wiens & Zitzmann 2003b) dalam Ardian, Eko.  (2018).
f.     Segi  Perilaku 
N. coucang  pernah  teramati  melakukan  aktifitas  paling  awal  2  menit sebelum matahari terbenam dan aktifitas terakhir 14 menit sebelum matahari terbit (Wiens 2002) dalam Risma (2011).  Infan N. coucang teramati mulai aktif bergerak pada 0-53 menit setelah matahari terbenam. Kukang jawa di hutan Bodogol TNGGP mulai aktif segera setelah  matahari  terbenam,  dengan  puncak  aktifitas pada pukul  20:00-21:00 WIB dan menurun pada pukul 22:00-00:00 WIB Pambudi (2008) dalam Risma (2014).
Kukang lebih banyak menghabiskan waktunya sendiri dengan katalain kukang adalah hewan yang soliter atau penyendiri. Sekitar 93,3+5,4% waktu N. coucang dihabiskan dengan sendirian dengan 6,7% di antaranya berada minimal lebih dari 10 m dari individu lainnya. Perilaku soliter ini tidak berbeda secara signifikan antara jenis kelamin dan juga tidak berbeda pada individu dewasa ataupun pradewasa  Wiens  (2002) dalam Risma (2014).
Meskipun hidup soliter, Nycticebus coucang membentuk suatu unit sosial yang stabil (kelompok spasial) yang masih mempunyai hubungan keluarga, yaitu terdiri atas satu jantan, satu betina, dan hingga tiga individu lainnya yang lebih muda Wiens (2002) dalam Winarti (2011).
g.      Ancaman dan Status Konservasi
Populasi kukang jawa di alam liar mengalami tren penurunan yang diakibakan oleh aktifitas manusia yang seperti Penebangan pohon yang dilakukan dengan tujuan membuka  lahan pertanian yang mengarah ke deforestasi skala besar. Hal tersebut berdampak pada berkurangnya habitat bagi kukang jawa, serta perburuan dan perdagangan secara illegal yang masih tinggi menjadi ancaman populasi bagi  kukang jawa 
Kukang Jawa (Nycticebus javanicus) merupakan salah satu hewan primata yang berkategori terancam punah (critically endangered) menurut IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources). Spesies ini dikategorikan critically endangered berdasarkan perpaduan terus hilangnya hutan purba dan degradasi yang masih berlanjut, menjadikan habitat yang sesuai untuk Kukang Jawa kurang dari 20% (dari keseluruhan hutan yang ada) (Nekaris et al., 2013). CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) mengkategorikan Kukang Jawa sebagai Appendices I (CITES, 2017).

III.             MATERI DAN METODE
1.      Rancangan
a.      Lokasi dan Waktu
Lokasi praktek kerja lapang dilakukan di Kawasan Hutan Lindung Malang Selatan blok kondang merak dan sugu yang berada dalam wilayah kerja RPH Sumbermanjing kulon, BKPH Sengguruh, KPH Malang, Perum perhutani divisi regional Jawa timur. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 05 Agustus - 05 September  2019.
b.      Alat dan Objek
Peralatan  yang digunakan dalam praktek kerja lapang ini antara lain   kamera digitan digunakan untuk mengambil data foto satwa dan untuk mendokumentasikan kegiatan di lapangan, senter  digunakan untuk mencari dan mengamati satwa kukang jawa (Nycticebus javanicus), aplikasi GNSS digunakan untuk melihat lokasi /kordinat tempat dimana ditemukannya satwa, tally sheet digunakan untuk mencatat dan mendata apabila ditemukan satwa yang dicari. Leptop digunakan untik mengolah data berupa gambar hasil dari foto kamera. Jam tangan digunakan untuk menentukan waktu perjumpaan dengan satwa
c.       Metode
Metode yang digunakan dalam praktek kerja lapang ini adalah Metode suvey dan opservasi langsung di  lapangan. Pengambilan data dilakukan  pada 4 jalur yang berbeda. Jalur pertama berada pada blok kondang merak di dijalur menuju sumber mata air yang , jalur dua berada pada blok kondang merak dijalur loket lama, jalur ketiga berada pada blok selok dijalur menuju sumber mata air, dan jalur keempat pada blok sugu jalur di sepanjang muara.


2.      Pelaksanaan
a.      Survey Pendahalun
Pelaksanaan kegiatan dilakukang Survey pendahuluan terlebih dahulu untuk menentukan titik  lokasi pengamatan dan jalur pengatan pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode pengamatan cepat (Rapid Assesment)
b.      Studi Literatur
Studi literatur dilakukan dengan mengumpulkan  referensi tentang hutan lindung malang selatan dan kukang jawa. Referensi  yang dimaksud berupa jurnal penelitian, sekripsi, dan pustaka lain yang mendukung.
c.       Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam praktek kerja lapang ini terdiri dari data sekunder dan data primer data sekunder diperoleh dari studi literatur,wawancara dengan pengelola dan masyarakat mengenai hutan lindung dan kukang jawa. Data primer yang diambil meliputi jumlah dan sebaran
Pengumpulan data daam Praktek Kerja Lapang dilakukan selama satu bulan di Hutan Lindung Malang Selatan pengambilan data dilakukan mulai jam 18:00 wib sampai dengan jam 00.00 wib.


d.      Analisis Data
Analisis data dalam praktek kerja lapang ini menggunakan deskriptif  kualitatif. Dengan mencari subyek-subyek untuk melengkapi data dan diolah secara lisan untuk melengkapi laporan Praktek Kerja Lapang.
e.       Pembuatan Laporan
Pembuatan laporan dilakukan dengan cara mengumpumpulkan data yang sudah diambil di lapangan kemudian disusun menjadi satu laporan.

HASIL PEMBAHSAN
1.      Keadaan Umum Lokasi
Kawasan Hutan Lindung Malang Selatan  adalah salah satu hutan hujan tropis dataran rendah tersisa di Jawa Timur yang merupakan tempat hidup berbagai flora dan fauna. Hutan Lindung Malang  Selatan  memiliki luas 1.838,8 ha,  secara administratif berada di Kecamatan Bantur meliputi Desa Srigonco, Desa Sumberbening, dan Desa Bandungrejo serta kecamatan Donomulyo meliputi Desa Tulungrejo dan Desa Banjarejo Kabupaten Malang, Propinsi Jawa Timur. Secara geografis, Hutan Lindung Malang Selatan dibatasi oleh  samudera hindia di bagian selatan, tegakan jati di bagian utara, Sungai Barek di bagian timur serta Sungai Bantol di bagian barat.
Hutan Lindung Malang Selatan berada dibawah pengelolaan Perum Perhutani Divisi  Regional  II   Jawa Timur,  KPH  Malang, BKPH Sengguruh,  RPH Sumbermanjing Kulon. Hutan lindung RPH Sumbermanjing Kulon terbagi menjadi 7 petak kerja yaitu petak 97A, 97B, 101A, 105, 97G, 98A, 98H.
Wilayah hutan lindung mempunyai ciri khas yang unik antara lain ekosistem karst yang berbeda dari yang lain, jenis tumbuhan langka, dan berbagai jenis flora dan fauna. Di Hutan Lindung  Malang Selatan masih terdapat beberapa spesies flora dan fauna yang dilindungi dan endemik di Pulau Jawa. Hutan Lindung Malang Selatan tersusun oleh beberapa formasi vegetasi antara lain hutan hujan tropis dataran rendah, hutan bambu, hutan pantai, hutan mangrove, savana, rawa, perbukitan karst, tegakan jati, tegakan mahoni, sungai, dan muara dengan kelembapan suhu rata-rata 90˚. Luasan hutan lindung yang ada di Malang Selatan kurang dari 1.838,83 ha, karena banyaknya lahan yang dibuka untuk kepentingan manusia terutama pembangunan infrastruktur jalan dan wisata massal. Banyaknya aktivitas manusia yang menyebabkan rusaknya atau hilangnya fungsi kawasan hutan yang ada di hutan lindung Malang Selatan.
2.      Kukang Jawa di Hutan Lindung Malang Selatan
a.    Keberadaan Kukang Jawa
Kukan merupakan satwa primata primitif yang tidak berekor, bersifat nokturnal (aktif di malam hari), arboreal (tinggal di tajuk pepohonan) soliter, dan monogamy (Bearder 1987; Wiens 2002) dalam Risma (2014). dan bergerak dengan keempat anggota geraknya atau kuadrupedal (Wiens 2002) dalam Risma (2014). Nycticebus pernah teramati melakukan aktivitas paling awal 2 menit sebelum matahari terbenam dan aktivitas terakhir 14 menit sebelum matahari terbit (Wiens 2002) dalam Risma (2014). Masa aktif kukang dimulai saat matahari terbenam, sedangkan penurunan aktivitas akan terjadi secara drastis ketika matahari terbit.
Dari hasil pengamatan selama Praktek Kerja Lapang hanya ditemukan satu individu kukang jawa. Karakteristik hidup kukang jawa yang hanya aktif pada malam hari menyulitkan kegiatan survei dan pengambilan data. Satu individu kukang jawa yang ditemukan di atas merupakan perjumpaan secara langsung di jalur 3, blok Selok. Perjumpaan ini terjadi pada tanggal 26 Agustus 2019, jam 20.49 wib. Individu kukang yang teramati berada di atas percabangan pohon dengan ketinggian lebih kurang 10 meter di atas permukaan tanah.
Gambar 1. Kukang di jalur 3 dokumentasi pribadi 2019.

Tipe vegetasi pada jalur 3 berupa hutan alam sekunder dengan kombinasi pohon dan semak belukar di batas pinggirnya. Berdasarkan informasi dari masyarakat setempat, jalur 3 merupakan salah satu kantung habitat kukang jawa di pesisir Malang selatan. Jumlah individu kukang yang paling banyak yang pernah ditemui di lokasi ini adalah 3 individu. Diduga jumlah individu kukang di lokasi tersebut masih lebih banyak lagi. Hal tersebut didasarkan karena potensi pakan dan cover (tempat perlindung) sangat bervariasi.
Informasi lain yang didapatkan selama pengambilan data di lapangan juga menyebutkan bahwa ada perjumpaan langsung kukang jawa oleh masyarakat tepatnya di jalur 1 blok Kondangmerak. Informasi jumlah kukang yang ditemui saat itu sebanyak 3 individu. Warga masyarakat menemukannya secara langsung pada tanggal 2 Agustus 2019 dalam kisaran jam 8 hingga jam 9 malam.

                                                            b. Sebaran Kukang Jawa
Kukang menyukai habitat hutan hujan tropis dan subtropis di dataran rendah dan dataran tinggi, hutan primer, hutan sekunder, serta hutan bambu (Rowe 1996; Nekaris & Shekelle 2007) dalam Winarti (2011). Kukang menyukai habitat perifer (tepi) karena di bagian inilah terdapat kelimpahan serangga dan faktor pendukung lainnya. Menurut MacKinnon dan MacKinnon (1987) dalam Risma (2014), pada tahun 1986 dari seluruh area yang mungkin menjadi habitat kukang, hanya 14% saja yang berada di dalam kawasan dilindungi.
Kukang jawa di hutan lindung Malang selatan cenderung menyukai tempat yang relatif rapat di dalam hutan alam sekunder. Pada formasi hutan bambu yang terdapat di kawasan tersebut justru tidak pernah ditemukan informasi keberadaan kukang jawa. Di beberapa kawasan hutan lain, kukang jawa lebih banyak ditemukan di vegetasi hutan bambu.
Kukang jawa yang terdapat di hutan lindung Malang selatan lebih sering ditemukan pada strata atas pohon (kanopi). Tidak ada jenis pohon tertentu yang disukai oleh kukang jawa untuk dijadikan teritorialnya. Kukang jawa di kawasan ini lebih menyukai pepohonan tinggi dengan tajuk yang rapat banyak percabangan.
Berdasarkan data dan informasi yang dikumpulkan selama di lapangan, keberadaan kukang jawa menempati habitat yang bervariasi. Habitat yang dimaksud mulai dari hutan hujan tropis dataran rendah hingga hutan pesisir pantai. Menurut informasi masyarakat pada tahun 2015 kukang jawa juga pernah ditemukan di pohon keben (Baringtonia asiatica) yang posisinya tepat berada di pinggir pantai. Kukang jawa selain memakan serangga, juga memakan getah pohon dan bunga.
Sebaran kukang jawa di hutan lindung malang selatan terbatas di blok sumur pitu hingga mbubuk dengan stuktur vegetasi yang relatif sama yaitu hutan alam sekunder. Di blok kondangmerak  sebaran kukang jawa tercatat di daerah Trubus, bukit Jayus, Ngentup hingga ke Selok.

      KESIMPULAN DAN SARAN
 Kesimpulan
Bedasarkan hasil pengamatan selama dilapang ini keberadaan kukang jawa diketahui mempunyai sebaran yang terbatas di blok Selok dan Kondangmerak. sangat kecil lingkupnya, Data dihasilkan dari pengamatan langsung dan informasi dari masyarakat lokal (desa nelayan kondang merak) pada saat pengambilan data lapang berlangsung.  Tipe vegetasi di blok Selok dan Kondangmerak yang ditempati oleh kukang jawa berupa hutan alam sekunder.
         Saran
Masih perlunya penelitian lebih lajut mengenai sebaran kukang jawa di Hutan Lindung Malang Selatan, dilihat masih minimnya data  kukang jawa di lokasi tersebut. Serta dengan menggunakan  metode penelitian dan survei pendahuluan yang lebih matang.
Memberikan edukasi kepada masyarakat sekitar Hutan Lindung Malang Selatan untuk menjaga dan melestarikan hutan dan tidak melakukan perburuan satwa liar serta perambahan hutan untuk  lahan pertanian.




                                                                DAFTAR PUSTAKA
Agustina Dwi K, 2008. Studi vegetasi pohon dihutan lindung rph donomulyo BKPH Sengguruh KPH Malang. http://etheses.uin Malang.ac.id/4479/1/04510616.pdf,Skripsi. jurusan Biologi fakultas sains dan teknologi Universitas islam Negeri Malang. Diakses pada tanggal 10 November 2019.
Alikodra, H. S. 2010. Teknik Pengelolaan Satwaliar, dalam rangka mempertahankan keaneka ragaman hayati Indonesia.
Ardian & Eko. Karakteristik Struktur Ekologi Bentanglahan untuk Kesesuaian Habitat Kukang Jawa (Nycticebus javanicus) di Kabupaten Temanggung http://lib.geo.ugm.ac.id/ojs/index.php/jbi/article/view/904. Diakses pada tanggal 3 Desember 2019.
Cecep R. 2018. Definisi Hutan Lindung. https://jurnalbumi.com/knol/hutan-lindung/. Diakses pada tanggal 10 November 2019.
Ghufron A. 2007. Analisis Pola Sebaran Spasial Panthera pardus melas Cuvier, 1809 Di Taman Nasional Alas Purwo. https://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/32910. Diakses pada tanggal 07 Desember 2019.
Integrated Taxonomy Information System https://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?search_topic=TSN&search_value=944108#null diakses pada tanggal 29 November 2019.
Risma, A. 2014. Perilaku Harian Kukang Jawa (Nycticebus javanicus Geoffroy 1812) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (Tnghs) Jawa Barat. https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/74565/1/G14ran2.pdf. Diakses pada tanggal 20 November 2019.
Widiana, Samsul & Ida. Kukang Jawa (Nycticebus javanicus, E. Geoffroy, 1812) Di Talun Desa Sindulang Kecamatan Cimanggung Sumedang Jawa Barat http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/istek/article/view/245. Diakdes pada tanggal 30 November 2019.
Winarti, I. 2014. Habitat, Populasi, Dan Sebaran Kukang Jawa (Nycticebus javanicus Geoffroy 1812) Di Talun Tasikmalaya Dan Ciamis, Jawa Barat. https://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/46620/2011iwi.pdf?sequence=1&isAllowed=y. diakses pada tanggal 09 November 2019.

SEMOGA BERMANFAAT YA,, untuk jadi refrensi khudunya yang suka dengan satwa liar primata termasuk si Kukang Jawa ini...
semoga semua makhluk hidup berbahagia.

Tidak ada komentar: