Pendahuluan
Istilah ‘mangrove’ tidak diketahui
secara pasti asal usulnya. Ada
yang mengatakan bahwa istilah tersebut kemungkinan merupakan kombinasi dari
bahasa Portugis dan Inggris. Bangsa Portugis menyebut salah satu jenis pohon
mangrove sebagai ‘mangue’ dan istilah Inggris ‘grove’, bila
disatukan akan menjadi ‘mangrove’ atau ‘mangrave’. Ada kemungkinan pula
berasal dari bahasa Malay, yang menyebut
jenis tanaman ini dengan ‘mangi-mangi’ atau ‘mangin’.
Mangrove adalah tanaman pepohonan atau
komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh
pasang surut. Habitat mangrove seringkali ditemukan di tempat pertemuan antara
muara sungai dan air laut yang kemudian menjadi pelindung daratan dari
gelombang laut yang besar. Sungai mengalirkan air tawar untuk mangrove dan pada
saat pasang, pohon mangrove dikelilingi oleh air garam atau air payau.
Mangrove adalah jenis tanaman dikotil
yang hidup di habitat payau. Tanaman dikotil adalah tumbuhan yang buahnya
berbiji berbelah dua. Pohon mangga adalah contoh pohon dikotil dan contoh
tanaman monokotil adalah pohon kelapa. Kelompok pohon di daerah mangrove bisa
terdiri atas suatu jenis pohon tertentu saja atau sekumpulan komunitas
pepohonan yang dapat hidup di air asin.
Hutan mangrovebiasa ditemukan di
sepanjang pantai daerah tropis dan subtropis, antara 32° Lintang Utara dan 38°
Lintang Selatan.
Gambar. 1.
Penyebaran Mangrove di daerah Tropis
Hutan mangrove merupakan ekosistem
yang kompleks terdiri atas flora dan fauna daerah pantai, hidup sekaligus di
habitat daratan dan air laut, antara batas air pasang dan surut. erperan dalam melindungi garis pantai dari
erosi, gelombang laut dan angin topan. Tanaman mangrove berperan juga sebagai
buffer (perisai alam) dan menstabilkan tanah dengan menangkap dan memerangkap
endapan material dari darat yang terbawa air sungai dan yang kemudian terbawa
ke tengah laut oleh arus.
Hutan mangrove tumbuh subur dan luas
di daerah delta dan aliran sungai yang besar dengan muara yang lebar. Di pantai
yang tidak ada sungainya, daerah mangrovenya sempit. Hutan mangrove mempunyai
toleransi besar terhadap kadar garam dan dapat berkembang di daratan
bersalinitas tinggi di mana tanaman biasa tidak dapat tumbuh. Istilah mangrove
tidak selalu diperuntukkan bagi kelompok spesies dengan klasifikasi taksonomi
tertentu saja, tetapi dideskripsikan mencakup semua tanaman tropis yang
bersifat halophytic atau toleran terhadap garam.
Tanaman yang mampu tumbuh di tanah
basah lunak, habitat air laut dan terkena fluktuasi pasang surut. Sebagai
tambahan, tanaman tersebut mempunyai cara reproduksi dengan mengembangkan buah
vivipar yang bertunas (seed germination) semasa masih berada pada pohon
induknya. Istilah “bakau” adalah sebutan bagi jenis utama pohon Rhizophora sp.
Yang dominan hidup di habitat pantai. Walaupun tidak sama dengan istilah
mangrove banyak orang atau penduduk awam menyebut hutan mangrove sebagai hutan
bakau atau secara singkat disebut bakau.
Daerah hutan Mangrove dunia yang
diperkirakan seluas 15.429.000 ha, 25 % nya meliputi garis pantai kepulauan
Karibia dan sampai 75 % meliputi daerah pantai lainnya seperti di kawasan
Amerika Selatan dan Asia. Di Indonesia sendiri luas hutan Mangrove diperkirakan
meliputi areal sekitar 4,25 juta ha atau sekitar 27 % luas Mangrove di dunia.
Kondisi hutan Mangrove yang ada saat ini setengahnya telah mengalami kerusakan.
Ekosistem Mangrove
Mangrove adalah khas
daerah tropis yang hidupnya hanya berkembang baik pada temperatur dari 19° sampai 40° C. dengan
toleransi fluktuasi tidak lebih dari 10°
C. Berbagai jenis Mangrove yang tumbuh di bibir pantai dan merambah tumbuh menjorok
ke zona berair laut, merupakan suatu ekosistem yang khas. Khas karena bertahan
hidup di dua zona transisi antara daratan dan lautan, sementara tanaman lain tidak
mampu bertahan. Kumpulan berbagai jenis pohon yang seolah menjadi garda depan
garis pantai yang secara kolektif disebut hutan Mangrove.
Hutan Mangrove memberikan
perlindungan kepada berbagai organisme lain baik hewan darat maupun hewan air untuk
bermukim dan berkembang biak. Hutan mangrove menangkap dan mengumpulkan sedimen
yang terbawa arus pasang surut dari daratan lewat aliran sungai. Hutan mangrove
selain melindungi pantai dari gelombang dan angin merupakan tempat yang
dipenuhi pula oleh kehidupan lain seperti mamalia, amfibi, reptil, burung,
kepiting, ikan, primata, serangga dan sebagainya.
Selain menyediakan
keanekaragaman hayati (biodiversity), ekosistem mangrove juga sebagai
plasma nutfah (genetic pool) dan menunjang keseluruhan sistem kehidupan
di sekitarnya. Habitat mangrove merupakan tempat mencari makan (feeding
ground) bagi hewan-hewan tersebut dan sebagai tempat mengasuh dan
membesarkan (nursery ground), tempat bertelur dan memijah (spawning
ground) dan tempat berlindung yang aman bagi berbagai juvenile dan larva
ikan serta kerang (shellfish) dari predator. (Cooper, Harrison dan Ramm.
1995) Jaringan sistem akar mangrove memberikan banyak nutrien bagi larva dan juvenil
ikan tersebut. Sistem perakaran mangrove juga menghidupkan komunitas invertebrata
laut dan algae. Memberikan gambaran tentang tingginya produktivitas habitat
pantai bermangrove ini, dikatakan bahwa satu sendok teh lumpur dari daerah mangrove
di pantai utara Queensland (Australia) mengandung lebih dari 10 milyar bakteri,
suatu densitas lumpur tertinggi di dunia. Beberapa hewan tinggal di atas pohon
sebagian lain di antara akar dan lumpur sekitarnya.
Walaupun banyak hewan yang
tinggal sepanjang tahun, habitat mangrove penting pula untuk pengunjung yang
hanya sementara waktu saja, seperti burung yang menggunakan dahan mangrove
untuk bertengger atau membuat sarangnya tetapi mencari makan di bagian daratan
yang lebih ke dalam, jauh dari daerah habitat mangrove. Kelompok hewan arboreal
yang hidup di atas daratan seperti serangga, ular pohon, primata dan burung
yang tidak sepanjang hidupnya berada
di habitat mangrove, tidak perlu beradaptasi dengan kondisi pasang surut. (Nybakken,
1993)
Gambar. 2. Diagram ilustrasi
penyebaran fauna di habitat ekosistem mangrove.
Burung-burung dari daerah daratan
menemukan sumber makanan dan habitat yang baik untuk bertengger dan bersarang.
Mereka makan kepiting, ikan dan moluska atau hewan lain yang hidup di habitat
mangrove. Tiap spesies biasanya mempunyai gaya
yang khas dan memilih makanannya sesuai dengan kebiasaan dan kesukaanya
masing-masing dari keanekaragaman sumber yang tersedia di lingkungan tersebut.
Sebagai timbal baliknya, burung-burung meninggalkan guano sebagai pupuk bagi
pertumbuhan pohon mangrove.
Kelompok lain yang bukan hewan
arboreal adalah hewan-hewan yang hidupnya menempati daerah dengan substrat yang
keras (tanah) atau akar mangrove maupun pada substrat yang lunak (lumpur).
Kelompok ini antara lain adalah jenis kepiting mangrove, kerang-kerangan dan
golongan invertebrata lainnya. Kelompok lainnya lagi adalah yang selalu hidup
dalam kolom air laut seperti macam-macam ikan dan udang.
Peranan Mangrove Pada Daerah Pantai.
Menurut kamus Webster,
habitat didefinisikan sebagai "the natural abode of a plant or animal,
esp. the particular location where it normally grows or lives, as the seacoast,
desert, etc". terjemahan bebasnya kira-kira adalah, tempat bermukim di
alam bagi tumbuhan dan hewan terutama untuk bisa hidup dan tumbuh secara biasa dan
normal, seperti pantai laut, padang
pasir dan sebagainya. Salah satu tempat tinggal komunitas hewan dan tanaman
adalah daerah pantai sebagai habitat mangrove. Di habitat ini bermukim pula
hewan dan tanaman lain. Tidak semua habitat sama kondisinya, tergantung pada
keaneka ragaman species dan daya dukung lingkungan hidupnya.Telah banyak
diketahui bahwa pulau, sebagai salah satu habitat komunitas mangrove, bersifat
dinamis, artinya dapat berkembang meluas ataupun berubah mengecil bersamaan
dengan berjalannya waktu.
Bentuk dan luas pulau
dapat berubah karena aktivitas proses vulkanik atau karena pergeseran lapisan
dasar laut. Tetapi sedikit orang yang mengetahui bahwa mangrove berperan besar
dalam dinamika perubahan pulau, bahkan cukup mengagetkan bila ada yang
menyatakan bahwa mangrove itu dapat membentuk suatu pulau. Dikatakan bahwa
mangrove berperan penting dalam ‘membentuk pulau’. Beberapa berpendapat bahwa
sebenarnya mangrove hanya berperan dalam menangkap, menyimpan, mempertahankan
dan mengumpulkan benda dan partikel endapan dengan struktur akarnya yang lebat,
sehingga lebih suka menyebutkan peran mangrove sebagai “shoreline stabilizer”
daripada sebagai “island initiator” atau sebagai pembentuk pulau. Dalam
proses ini yang terjadi adalah tanah di sekitar
pohon mangrove tersebut menjadi lebih stabil dengan adanya
mangrove tersebut.
Peran mangrove sebagai
barisan penjaga adalah melindungi zona perbatasan darat laut di sepanjang garis
pantai dan menunjang kehidupan organisme lainnya di daerah yang dilindunginya
tersebut. Hampir semua pulau di daerah tropis memiliki pohon mangrove. Bila
buah mangrove jatuh dari pohonnya kemudian terbawa air sampai menemukan tanah
di lokasi lain tempat menetap buah tersebut akan tumbuh menjadi pohon baru. Di
tempat ini, pohon mangrove akan tumbuh dan mengembangkan sistem perakarannya
yang rapat dan kompleks. Di tempat tersebut bahan organik dan partikel endapan
yang terbawa air akan terperangkap menyangkut pada akar mangrove. Proses ini
akan berlangsung dari waktu ke waktu dan terjadi proses penstabilan tanah dan
lumpur atau barisan pasir (sand bar).
Melalui perjalanan waktu,
semakin lama akan semakin bertambah jumlah pohon mangrove yang dating dan
tumbuh di lokasi tanah ini, menguasai dan mempertahankan daerah habitat baru ini
dari hempasan ombak laut yang akan meyapu lumpur dan pasir. Bila proses ini berjalan
terus, hasil akhirnya adalah terbentuknya suatu pulau kecil yang mungkin akan
terus berkembang dengan pertumbuhan berbagai jenis mangrove serta organisme
lain dalam suatu ekosistem mangrove. Dalam proses demikian inilah mangrove
dikatakan sebagai bisa membentuk pulau. Sebagai barisan pertahanan pantai,
mangrove menjadi bagian terbesar perisai terhadap hantaman gelombang laut di
zona terluar daratan pulau. Hutan mangrove juga melindungi bagian dalam pulau
secara efektif dari pengaruh gelombang dan badai yang terjadi.
Mangrove merupakan
pelindung dan sekaligus sumber nutrient bagi organisme yang hidup di tengahnya.
Daun mangrove yang jatuh akan terurai oleh bakteri tanah menghasilkan makanan
bagi plankton dan merupakan nutrien bagi pertumbuhan algae laut. Plankton dan
algae yang berkembang akan menjadi makanan bagi berbagai jenis organisme darat
dan air di habitat yang bersangkutan. Demikianlah suatu ekosistem mangrove
dapat terbentuk dan berkembang dari pertumbuhan biji mangrove. Pada saat
terjadi badai, mangrove memberikan perlindungan bagi pantai dan perahu yang
bertambat. Sistem perakarannya yang kompleks, tangguh terhadap gelombang dan
angin serta mencegah erosi pantai. Pada saat cuaca tenang akar mangrove
mengumpulkan bahan yang terbawa air dan partikel endapan, memperlambat aliran
arus air.
Apabila mangrove ditebang
atau diambil dari habitatnya di pantai maka akan dapat mengakibatkan hilangnya
perlindungan terhadap erosi pantai oleh gelombang laut, dan menebarkan partikel
endapan sehingga air laut menjadi keruh yang kemudian menyebabkan kematian pada
ikan dan hewan sekitarnya karena kekurangan oksigen. Proses ini menyebabkan
pula melambatnya pertumbuhan padang
lamun (seagrass).
Jenis-Jenis
Mangrove.
Di dunia dikenal banyak jenis mangrove
yang berbeda-beda. Tercatat telah dikenali sebanyak sampai dengan 24 famili dan
antara 54 sampai dengan 75 spesies, tentunya tergantung kepada pakar mangrove
yang mana pertanyaan kita tujukan. (Tomlinson, 1986 dan Field, 1995).
Ada yang menyatakan bahwa Asia merupakan daerah yang paling tinggi keanekaragaman
dan jenis mangrovenya. Di Thailand terdapat sebanyak 27 jenis mangrove, di
Ceylon ada 32 jenis, dan terdapat sebanyak 41 jenis di Filipina. Di benua Amerika
hanya memiliki sekitar 12 spesies mangrove, sedangkan Indonesia disebutkan
memiliki sebanyak tidak kurang dari 89 jenis pohon mangrove, atau paling tidak
menurut FAO terdapat sebanyak 37 jenis. Dari berbagai jenis mangrove tersebut,
yang hidup di daerah pasang surut, tahan air garam dan berbuah vivipar terdapat
sekitar 12 famili.
Dari sekian banyak jenis mangrove di Indonesia,
jenis mangrove yang banyak ditemukan antara lain adalah jenis api-api (Avicennia
sp.), bakau (Rhizophora sp.), tancang (Bruguiera sp.), dan
bogem atau pedada (Sonneratia sp.), merupakan tumbuhan mangrove utama
yang banyak dijumpai. Jenis-jenis mangrove tersebut adalah kelompok mangrove
yang menangkap, menahan endapan dan menstabilkan tanah habitatnya.
Gambar. 3. Akar Nafas
Jenis api-api atau di dunia dikenal
sebagai black mangrove mungkin merupakan jenis terbaik dalam proses
menstabilkan tanah habitatnya karena penyebaran benihnya mudah, toleransi
terhadap temperartur tinggi, cepat menumbuhkan akar pernafasan (akar pasak) dan
sistem perakaran di bawahnya mampu menahan endapan dengan baik.
Gambar.4. Rhizophora sp.
Mangrove
besar, mangrove merah atau Red mangrove (Rhizophora spp.)
merupakan jenis kedua terbaik. Jenis-jenis tersebut dapat mengurangi dampak
kerusakan terhadap arus, gelombang besar dan angin.
Gambar.5. Pohon nipah merupakan salah
satu jenis tumbuhan mangrove
Zonasi
penyebaran mangrove
Jika diperhatikan di daerah yang makin
mengarah ke darat dari laut terdapat zonasi penguasaan oleh jenis-jenis mangrove
yang berbeda. Dari arah laut menuju ke daratan terdapat pergantian jenis
mangrove yang secara dominan menguasai masingmasing habitat zonasinya.
Mangrove yang kondisinya buruk karena
terganggu, atau berada pada derah pantai yang sempit, tidak menunjukkan
keteraturan dalam pembagian jenis pohon dan zonasi di sepanjang pantai. Fenomena
zonasi ini belum sepenuhnya difahami dengan jelas.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
pembagian zonasi terkait dengan respons jenis tanaman terhadap salinitas,
pasang-surut dan keadaan tanah. Kondisi tanah mempunyai kontribusi besar dalam
membentuk zonasi penyebaran tanaman dan hewan seperti perbedaan spesies
kepiting pada kondisi tanah yang berbeda. Api-api dan pedada tumbuh sesuai di
zona berpasir, mangrove cocok di tanah lembek berlumpur dan kaya humus
sedangkan jenis tancang menyukai tanah lempung dengan sedikit bahan organik.
Keadaan morfologi tanaman, daya apung
dan cara penyebaran bibitnya serta persaingan antar spesies, merupakan faktor
lain dalam penentuan zonasi ini. Formasi hutan mangrove yang terbentuk di
kawasan mangrove biasanya didahului oleh jenis pohon pedada dan api-api sebagai
pionir yang memagari daratan dari kondisi laut dan angin. Jenis-jenis ini mampu
hidup di tempat yang biasa terendam air waktu pasang karena mempunyai akar
pasak.
Pada daerah berikutnya yang lebih
mengarah ke daratan banyak ditumbuhi jenis bakau (Rhizophora spp.).
Daerah ini tidak selalu terendam air, hanya kedang-kadang saja terendam air.
Pohon tancang tumbuh di daerah berikutnya makin menjauhi laut, ke arah daratan.
Daerah ini tanahnya agak keras karena hanya sesekali terendam air yaitu pada
saat pasang yang besar dan permukaan laut lebih tinggi dari biasanya.
Gambar.6. Zonasi
penyebaran jenis pohon mangrove.
Umumnya di perbatasan daerah laut
didominasi jenis mangrove pionir Avicennia spp. dan Sonneratia spp.
Di pinggiran atau bantaran muara sungai, Rhizophora spp. yang menempati.
Di belakang zona ini merupakan zona campuran jenis mangrove seperti Rhizophora
spp., Sonneratia spp., Bruguiera spp., dan jenis pohon
yang berasosiasi dengan mangrove seperti tingi (Ceriops sp,) dan
panggang (Excoecaria sp.). Di sepanjang sungai di bagian muara biasanya
dijumpai pohon nipah (Nypa fruticans).
Fauna di Habitat Mangrove
Komunitas hutan mangrove
membentuk percampuran antara 2 (dua) kelompok.
1. Kelompok fauna daratan membentuk/terestrial yang umumnya
menempati bagian atas pohon mangrove, terdiri atas : insekta, ular, primata dan
burung. Kelompok ini sifat adaptasi khusus untuk hidup didalam hutan mangrove, karena
mereka melewatkan sebagian besar hidupnya diluar jangkauan air laut pada bagian
pohon yang tinggi meskipun mereka dapat mengumpulkan makanannya berupa hewan
laut pada saat air surut.
2. Kelompok fauna perairan / akuatik, terdiri atas dua tipe yaitu
:
a. Yang hidup dikolam air,
terutama berbagai jenis ikan dan udang.
b. Yang menempati substrat
baik keras (akar dan batang mangrove) maupun lunak (lumpur) terutama kepiting,
kerang dan berbagai jenis invertebrata lainnya.
Habitat mangrove adalah
sumber produktivitas yang bisa dimanfaatkan baik dalam hal produktivitas
perikanan dan kehutanan ataupun secara umum merupakan sumber alam yang kaya
sebagai ekosistem tempat bermukimnya berbagai flora dan fauna.
Mulai dari perkembangan
mikro organisme seperti bakteri dan jamur yang memproduksi detritus yang dapat
dimakan larva ikan dan hewan-hewan laut kecil lainnya. Pada gilirannya akan
menjadi makanan hewan yang lebih besar dan akhirnya menjadi mangsa predator
besar termasuk pemanfaatan oleh manusia. Misalnya kepiting, ikan blodok, larva
udang dan lobster memakan plankton dan detritus di habitat ini. Kepiting
diambil dan dimanfaatkan manusia sebagai makanan.
Gambar.7. Kepiting Mangrove
Gambar. 8.
Kadal (Varanus sp.)
Berbagai hewan seperti, reptil, hewan
ampibi, mamalia, datang dan hidup walaupun tidak seluruh waktu hidupnya
dihabiskan di habitat mangrove. Berbagai jenis ikan, ular, serangga dan
lain-lain seperti burung dan jenis hewan mamalia dapat bermukim di sini.
Sebagai sifat alam yang beraneka ragam maka berbeda tempat atau lokasi habitat
mangrovenya maka akan berbeda pula jenis dan keragaman flora maupun fauna yang
hidup di lokasi tersebut.
Beberapa jenis hewan yang bisa dijumpai di
habitat mangrove antara lain adalah; dari jenis serangga misalnya semut (Oecophylla
sp.), ngengat (Attacus sp.), kutu (Dysdercus sp.); jenis
krustasea seperti lobster lumpur (Thalassina sp.), jenis laba-laba (Argipe
spp., Nephila spp., Cryptophora spp.); jenis ikan seperti
ikan blodok (Periopthalmodon sp.), ikan sumpit (Toxotes sp.);
jenis reptil seperti kadal (Varanus sp.), ular pohon (Chrysopelea sp.),
ular air (Cerberus sp.); jenis mamalia seperti berang-berang (Lutrogale
sp,) dan tupai (Callosciurus sp.), golongan primate (Nasalis
larvatus) dan masih banyak lagi seperti nyamuk, ulat, lebah madu, kelelawar
dan lain-lain.
Gambar.9. Ular
pohon (Chrysopelea sp.) Gambar
10. Pteropus vampirus
Hutan
mangrove juga merupakan habitat bagi beberapa satwa liar yang diantaranya
terancam punah, seperti harimau sumatera (Panthera tigris sumatranensis),
bekantan (Nasalis larvatus), wilwo (Mycteria cinerea), bubut
hitam (Centropus nigrorufus), dan bangau tongtong (Leptoptilus
javanicus, dan tempat persinggahan bagi burung-burung migran.
Gambar.11. Harimau sumatera (Panthera
tigris sumatranensis)
Gambar.12. Insecta pada Daerah
Mangrove
Di Kalimantan bermukim bekantan (Proboscis
Monkey) atau Nasalis larvatus sejenis primata langka yang
dilindungi. Bekantan ini bermukim di daerah pantai. Di negara bagian Serawak (Malaysia)
terdapat Silver-leaf Monkey yang suka berkelompok sambil makan daun-daun
mangrove.
Gambar.13. Nasalis larvatus
Ada pula Long-Tailed
Mongkey, salah satu jenis kera yang menyukai dan mencari kepiting untuk
makanannya. Di Taman Nasional tersebut tercatat lebih dari 150 spesies burung
bermukim dan berkunjung ke habitat mangrove.
Gambar.14.
Berbagai Spesies Burung yang Berada Pada Habitat Mangrove
Gambar. 15. Dendrocygna javanica
Berang-berang bisa dijumpai di hutan
mangrove sebagai hewan pemangsa ikan, kepiting, siput dan kodok yang juga ada
di habitat mangrove sambil bermain air. Kadal pun dapat ditemukan di hutan
mangrove, menyukai ikan-ikan kecil sebagai makanannya.
Gambar. 16. Lutrogale
perspicillata
Manfaat
Mangrove
Ekosistem
hutan mangrove memberikan banyak manfaat baik secara tidak langsung (non
economic value) maupun secara langsung kepada kehidupan manusia (economic
vallues). Beberapa manfaat yang tidak langsung sebagai konsumsi manusia
antara lain adalah:
Menumbuhkan pulau dan menstabilkan pantai.
Salah
satu peran dan sekaligus manfaat ekosistem mangrove, adalah adanya sistem
perakaran mangrove yang kompleks dan rapat, lebat dapat memerangkap sisa-sia
bahan organik dan endapan yang terbawa air laut dari bagian daratan. Proses ini
menyebabkan air laut terjaga kebersihannya dan dengan demikian memelihara
kehidupan padang
lamun (seagrass) dan terumbu karang. Karena proses ini maka mangrove
seringkali dikatakan pembentuk daratan karena endapan dan tanah yang ditahannya
menumbuhkan
perkembangan
garis pantai dari waktu ke waktu. Pertumbuhan mangrove memperluas batas pantai
dan memberikan kesempatan bagi tumbuhan terrestrial hidup dan berkembang di
wilayah daratan. Akar pohon mangrove juga menjaga pinggiran pantai dari bahaya
erosi. Buah vivipar yang dapat berkelana terbawa air hingga menetap di dasar
yang dangkal dapat berkembang dan menjadi kumpulan mangrove di habitat yang
baru. Dalam kurun waktu yang panjang habitat baru ini dapat meluas menjadi
pulau sendiri.
Menjernihkan air.
Akar
pernafasan (akar pasak) dari api-api dan tancang bukan hanya berfungsi untuk
pernafasan tanaman saja, tetapi berperan juga dalam menangkap endapan dan bisa
membersihkan kandungan zat-zat kimia dari air yang datang dari daratan dan
mengalir ke laut. Air sungai yang mengalir dari daratan seringkali membawa
zat-zat kimia atau polutan. Bila air sungai melewati akar-akar pasak pohon
api-api, zat-zat kimia tersebut dapat dilepaskan dan air yang terus mengalir ke
laut menjadi bersih. Banyak penduduk melihat daerah ini sebagai lahan marginal
yang tidak berguna sehingga menimbunnya dengan tanah agar lebih produktif. Hal ini sangat merugikan karena dapat
menutup akar
pernafasan dan menyebabkan pohon mati.
Mengawali rantai makanan.
Daun mangrove yang jatuh dan masuk ke dalam air. Setelah mencapai
dasar teruraikan oleh mikro organisme (bakteri dan jamur). Hasil penguraian ini
merupakan makanan bagi larva dan hewan kecil air yang pada gilirannya menjadi
mangsa hewan yang lebih besar serta hewan darat yang bermukim atau berkunjung
di habitat mangrove.
Melindungi dan memberi nutrisi.
Akar tongkat pohon mangrove memberi zat makanan dan menjadi daerah
nursery bagi hewan ikan dan invertebrata yang hidup di sekitarnya. Ikan dan udang
yang ditangkap di laut dan di daerah terumbu karang sebelum dewasa memerlukan
perlindungan dari predator dan suplai nutrisi yang cukup di daerah
mangrove ini. Berbagai jenis hewan darat berlindung atau singgah
bertengger dan mencari makan di habitat mangrove.
Manfaat bagi manusia.
Masyarakat daerah pantai umumnya mengetahui bahwa hutan mangrove
sangat berguna dan dapat dimanfaatkan dalam berbagai cara untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Pohon mangrove adalah pohon berkayu yang kuat dan
berdaun lebat. Mulai dari bagian akar, kulit kayu, batang pohon, daun dan bunganya
semua dapat dimanfaatkan manusia. Beberapa kegunaan pohon mangrove yang
langsung dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari antara
lain adalah:
Tempat tambat kapal.
Daerah teluk yang terlidung seringkali dijadikan tempat berlabuh
dan bertambatnya perahu. Dalam keadaan cuaca buruk pohon mangrove dapat dijadikan
perlindungan dengan bagi perahu dan kapal dengan mengikatkannya
pada batang pohon mangrove. Perlu diperhatikan agar cara tambat
semacam ini tidak dijadikan kebiasaan karena dapat merusak batang pohon
mangrove yang bersangkutan.
Obat-obatan.
Kulit batang pohonnya dapat dipakai untuk bahan pengawet dan
obat-obatan. Macam-macam obat dapat dihasilkan dari tanaman mangrove.
Campuran kulit batang beberapa species mangrove tertentu dapat dijadikan obat
penyakit gatal
atau peradangan pada kulit. Secara tradisional tanaman mangrove
dipakai sebagai obat penawar gigitan ular, rematik, gangguan alat pencernaan
dan lainlain. Getah sejenis pohon yang berasosiasi dengan mangrove (blind-your-eye
mangrove) atau Excoecaria agallocha dapat menyebabkan kebutaan
sementara bila kena mata, akan tetapi cairan getah ini mengandung cairan kimia
yang dapat berguna untuk mengobati sakit akibat sengatan hewan laut. Air buah
dan kulit akar mangrove muda dapat dipakai mengusir nyamuk. Air buah tancang dapat
dipakai sebagai pembersih mata. Kulit pohon tancang digunakan secara tradisional
sebagai obat sakit perut dan menurunkan panas. Di Kambodia bahan ini dipakai
sebagai penawar racun ikan, buah tancang dapat membersihkan mata, obat sakit
kulit dan di India
dipakai menghentikan pendarahan. Daun mangrove bila di masukkan dalam air bisa
dipakai dalam penangkapan ikan sebagai bahan
pembius yang memabukkan ikan (stupefied).
Pengawet.
Buah pohon tancang dapat dijadikan bahan pewarna dan pengawet kain
dan jaring dengan merendam dalam air rebusan buah tancang tersebut. Selain mengawetkan
hasilnya juga pewarnaan menjadi coklat-merah sampai coklat tua, tergantung
pekat dan lamanya merendam bahan. Pewarnaan ini banyak dipakai untuk produksi
batik, untuk memperoleh pewarnaan jingga-coklat. Air rebusan kulit pohon tingi
dipakai untuk mengawetkan bahan jaring payang oleh nelayan di daerah Labuhan,
Banten.
Pakan dan makanan.
Daunnya
banyak mengandung protein. Daun muda pohon api-api dapat dimakan sebagai sayur
atau lalapan. Daun-daun ini dapat dijadikan tambahan untuk pakan ternak. Bunga
mangrove jenis api-api mengandung banyak nectar atau cairan yang oleh tawon
dapat dikonversi menjadi madu yang berkualitas tinggi. Buahnya pahit tetapi
bila memasaknya hatihati dapat pula dimakan. .
Bahan mangrove dan bangunan.
Batang
pohon mangrove banyak dijadikan bahan
bakar baik sebagai kayu bakar atau dibuat dalam bentuk arang
untuk kebutuhan rumah tangga dan industri kecil. Batang pohonnya berguna
sebagai bahan bangunan. Bila
pohon
mangrove
mencapai umur dan ukuran batang yang cukup tinggi, dapat dijadikan tiang utama
atau lunas kapal layar dan dapat digunakan untuk balok konstruksi rumah
tinggal. Batang kayunya yang kuat dan tahan air dipakai untuk bahan bangunan
dan cerocok penguat tanah. Batang jenis tancang yang besar dan keras dapat
dijadikan pilar, pile, tiang telepon atau bantalan jalan kereta api. Bagi
nelayan kayu mangrove bisa juga untuk joran pancing. Kulit pohonnya dapat
dibuat tali atau bahan jaring.
Permasalahan
Hutan Mangrove di Indonesia
Estimasi
terhadap hutan mangrove di Indonesia
dipenuhi ketidakpastian dan sudah kadaluwarsa. Menurut World Mangrove Atlas,
estimasi yang paling dapat
diandalkan
berasal dari tahun 1993, ketika itu luas hutan mangrove di negara ini mencapai
4,25 juta ha (Spalding dkk., 1997:54-58). Estimasi ini didasarkan dari hasil survei
yang dilakukan RePPProT pada tahun 1985, yang telah diperbarui dengan peta-peta
untuk disediakan oleh Asian Wetlands Bureau untuk World Conservation Monitoring
Centre. Namun, estimasi lainnya untuk pertengahan tahun 1980-an hanya sekitar
3,8 juta ha, atau bahkan 2,2 juta ha.
Keterangan
: ♦ = Daerah Mangrove ♦ =
Terumbu Karang
Gambar.17. Penyebaran
Mangrove di Indoensia
Pemerintah Indonesia melaporkan bahwa sekitar
satu juta ha hutan mangrove lenyap antara tahun 1969 dan 1980, terutama akibat
dikonversi menjadi sawah, tambak dan
pemanfaatan pertanian lainnya (Bappenas, 1993). Sebab-sebab penurunan luas
hutan mangrove lainnya adalah pengembangan tambak, kegiatan penebangan hutan
dan eksploitasi hutan mangrove untuk kayu bakar dan bahan bangunan. Konversi
besarbesaran menjadi tambak khususnya terjadi di Jawa Timur, Sulawesi
dan Sumatera. Produksi kayu serpih dan pulp dari hutan mangrove juga semakin
meningkat; banyak tempat pengolahan kayu serpih yang dibangun di Sumatera dan Kalimantan, dan bahkan ada pabrik besar yang dibangun di
Teluk Bintuni, Irian Jaya – kawasan mangrove di sini dulu merupakan yang
terluas di dunia dan paling perawan.
Inventarisasi Hutan Nasional pada tahun 1996
menghasilkan estimasi luas hutan mangrove adalah 3,5 juta ha, yang berarti
kehilangan sebanyak 750.000 ha hanya dalam waktu tiga tahun. Namun penilaian
terhadap tingkat kehilangan hutan mangrove secara akurat hampir tidak mungkin
dilakukan; yang pasti perusakan terhadap tipe hutan ini masih terus
berlangsung.
Pengelolaan Ekosistem Hutan Mangrove
Pola kebijaksanaan yang dituang dalam Strategi Konservasi Alam Indonesia yang berisi
prinsip-prinsip sebagai berikut:
perlindungan terhadap sistem penyagga kehidupan dan
menjamin terpeliharanya proses ekologis bagi kelangsungan pembangunan dan kesejahteraan
masyarakat;
pengawetan keanekaragaman sumber plasma nutfah dengan
menjamin terpeliharanya sumber genetik dan ekosistemnya bagi kepentingan umat manusia;
dan
pelestarian pemanfaatan baik jenis maupun ekosistemnya
dengan mengatur dan mengendalikan cara-cara pemanfaatan yang lebih bijaksana,
sehingga diperoleh manfaat yang optimal dan berkesinambungan.
Permasalahan Pengelolaan
Di dalam pengelolaan hutan mangrove tersebut dijumpai berbagai permasalahan:
Terbatasnya data, informasi, ilmu pengetahuan dan
teknologi untuk mendukung pemanfaatan yang lestari, perlindungan dan
rehabilitasi;
Belum jelasnya tata ruang wilayah pesisir dan tata guna
mangrove yang mengakibatkan banyak terjadi tumpang tindih kepentingan
peruntukan lahan dalam pemanfaatan hutan mangrove;
Belum adanya peraturan pelaksanaan yang mantap dari
perundang-undangan yang telah ada sebagai dasar pengelolaan hutan mangrove
secara lestari;
Kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar hutan
mangrove.
Prinsip Dasar Pengelolaan
Save it, mengamankan ekosistem hutan mangrove dengan
melindungi genetik, spesies dan ekosistemnya secara keseluruhan;
Study it, mempelajari ekosistem hutan mangrove yang
meliputi biologi, komposisi, struktur, distribusi dan kegunaannya;
Use it, memanfaatkan ekosistem hutan mangrove secara
lestari dan seimbang.
Kebijaksanaan Umum Pengelolaan
Hutan mangrove merupakan sumber daya alam yang dapat
diperbaharui dan
merupakan aset nasional, sehingga pengelolaan hutan mangrove
dilakukan dengan mempertibangkan kepentingan nasional;
Perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan hutan
mangrove didasarkan pada tata ruang kawasan pantai yang disusun berdasarkan
karakteristik, kesesuaian dan keperwakilan keanekaragaman genetik, spesies dan
ekosistemnya;
Pengelolaan hutan mangrove dengan fungsi lindung
diselenggarakan dengan
tujuan utama untuk meningkatkan fungsi pengaturan tata air,
pencegahan instrusi air laut, polusi, dan perlindungan terhadap angin,abrasi
pantai, banjir dan mempertahankan habitat biota akuatik dan biota terestrial.
Pengelolaan hutan mangrove dengan fungsi untuk
pelestarian diselenggarakan dengan tujuan utama menjaga kemurnian, kekhasan dan
keunikan keanekaragaman genetik, spesies dan ekosistem hutan mangrove;
Rehabilitasi hutan mangrove dilaksanakan untuk
memulihkan dan meningkatkan fungsi lindung, fungsi pelestarian dan fungsi
produksi;
Inventarisasi, penelitian dan pengembangan serta
evaluasi sumber daya hutan ditingkatkan dan dikembangkan secara terpadu.
Penelitian dilakukan dalam rangka menggali dan mengembangkan sumber daya hutan
mangrove untuk mendukung peningkatan fungsi lindung, pelestarian dan
pemanfaatannya;
Pemanfaatan hutan mangrove untuk fungsi produksi
diselenggarakan dengan memanfaatkan dan meningkatkan potensi dan produksi
secara optimal dengan memperhatikan kelestarian sumber daya dan kelayakan
pengusahaanya;
Kegiatan perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan
hutan mangrove diupayakan dapat menampung dan terintegrasi dengan kepentingan
dan hak masyarakat sekitar, dengan tujuan agar masyarakat dapat merasakan
manfaat
keberadaan hutan mangrove sehingga dapat meningkatkan tanggung
jawab dan peran serta dalam perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan hutan
mangrove secara lestari;
Pengelolaan hutan mangrove merupakan bagian dari
pengembangan daerah
pesisir secara keseluruhan sehingga selalu mempertimbangkan
kepentingan dan manfaat yang lebih luas, dengan tetap mengutamakan peningkatankesejahteraan masyarakat
dan menjamin kepentingan manusia secara berkelanjutan.
Kesimpulan
Habitat mangrove seringkali ditemukan di tempat pertemuan antara muara sungai
dan air laut yang kemudian menjadi pelindung daratan dari gelombang laut yang
besar. Sungai mengalirkan air tawar untuk mangrove dan pada saat pasang, pohon
mangrove dikelilingi oleh air garam atau air payau.
Hutan mangrove ditemukan di sepanjang pantai daerah tropis dan subtropis, antara
32° Lintang Utara dan 38° Lintang Selatan. Hidup pada temperatur dari 19°
sampai 40° C. dengan toleransi fluktuasi tidak lebih dari 10° C.
Jenis mangrove yang banyak ditemukan adalah jenis api-api (Avicennia sp.),
bakau
(Rhizophora sp.), tancang (Bruguiera sp.), dan bogem atau pedada (Sonneratia
sp.).
Beberapa jenis hewan yang bisa dijumpai di habitat mangrove antara lain adalah;
dari jenis serangga misalnya semut (Oecophylla sp.), ngengat (Attacus.sp.),
kutu (Dysdercus sp.); jenis krustasea seperti lobster Lumpur (Thalassina
sp.), jenis laba-laba (Argipe spp., Nephila spp., Cryptophora
spp.); jenis ikan seperti ikan blodok (Periopthalmodon sp.), ikan
sumpit (Toxotes sp.); jenis reptil seperti kadal (Varanus sp.),
ular pohon (Chrysopelea sp.), ular air (Cerberus sp.); jenis
mamalia seperti berang-berang (Lutrogale sp,) dan tupai (Callosciurus
sp.), golongan primata (Nasalis larvatus) dan masih banyak lagi seperti
nyamuk, ulat, lebah madu, kelelawar dan lain-lain.
Ekosistem hutan mangrove memberikan banyak manfaat baik secara tidak langsung
(non economic value) maupun secara langsung kepada kehidupan manusia (economic
vallues).
DAFTAR PUSTAKA
Feller, I, C and M. Sitnik.
1996. MANGROVE ECOLOGY: A Manual for a Field Course A Field Manual Focused on
the Biocomplexity on Mangrove Ecosystems. Smithsonian Institution. Washington. DC.
Nybakker, J.W. 1982. Marine
Biology: An Ecological Approach. Terjemahan
Dr. M. Eidman. Gramedia Jakarta.
Odum, W.E. and C.C. McIvor.
1990. Mangroves. Pp. 517-548. In Ecosystems of Florida, R. L. Myers and J. J. Ewel (eds.). University of Central Florida Press.
Odum, W. E., C. C. Mclvor,
and T. J. Smith III. 1982. The ecology of the mangroves of south Florida: A community
profile. U. S. Fish & Wildlife Service, Office of Biological Services.
Washington, D. C.
Hogarth, P.J. 1999. The
Biology of Mangroves. Published in The United States. Oxford University.
New York.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar